Batam | Deliksumut.com
Tujuh orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Iqram Syahputra menghadirkan bukti video yang diambil secara terselubung karena tidak bisa menemukan bukti berupa sabu-sabu dalam perkara 10 anggota Satresnarkoba Polresta Barelang.
Ketujuh saksi itu bernama M Taufik Akbar, Herry Setiawan, Irfan Hadiwijaya, Swanda Simanjuntak, Erik Lorando, Rozi Pardede dan Darsono Sitanggang.
Para saksi yang saat berada di ruang persidangan Pengadilan Negeri (PN) Batam langsung menyerahkan laptop yang di dalamnya berisikan dokumentasi video saat penyidikan para terdawka 10 anggota Resnarkoba Polresta Barelang yang bernama Kompol Satria Ananda, Iptu Shigit Sarwo Edhi, Fadillah, Wan Rahmat, Jaka Surya, Junaidi Gunawan, Arianto, Rahmadi, Alex Chandra, Ma’ruf Rambe.
Video itu diciptakan para saksi untuk difungsikan melengkapi berkas perkara dan pembuktian yang menjerat para terdakwa karena tidak memiliki barang bukti sabu-sabu yang kabarnya disisihkan.
Karena hal itu membuat penasehat hukum dari Shigit Sarwo Edhi atas nama Dr. Indra Sakti bertanya kepada ketujuh saksi perihal video yang diambil tersebut. Bolehkah saat di tingkat penyidikan ternyata para penyidik menciptakan bukti?
Saksi Darsono Sitanggang mengatakan bahwa perbuatannya mereka tidak ada yang salah karena menciptakan bukti video tersebut.
“Jika dihubungkan dengan bukti video ini hanya untuk menampilkan bahwa kami penyidik benar melakukan tahap penyidikan,” kata Darsono Sitanggang dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim PN Batam, Tiwik, Douglas Napitupulu dan Andi Bayu Mandala Putera Syahdli pada hari Jumat (09 Mei 2025).
Karena jawaban itu maka hakim Douglas Napitupulu mulai bertanya kepada para saksi dalam ruang persidangan. Pertanyaan pertama dilayangkan saksi Rossi H Pardede. Kapan saudara saksi menjadi polisi? Kapan saudara mengantongi SK penyidik?
“Saya menjadi polisi semenjak di bulan Desember tahun 2004. Kalau SK sebagai penyidik di tahun 2021. Saya juga pernah megikuti pelatihan sebagai penyidik dan saya juga ada sertifikasi penyidik juga, Yang Mulia,” ucap Rossi H Pardede.
Dalam kesempatan itu, Rossi H Pardede juga menerangkan bahwa dirinya hanya bertugas sebagai penyidik dalam perkara yang menjerat Wan Rahmat dan Arianto.
“Saya hanya memeriksa dua orang dalam status tersangka yaitu Wan Rahmat dan Arianto. Saat melakukan pemeriksaan saya tidak ada melakukan pemaksaan dan tidak ada melakukan intimidasi. Saat penyidikan juga Wan Rahmat dan Arianto selalu didampingi oleh penasehat hukumnya para terdakwa,” ujar Rossi H Pardede.
Selanjutnya Douglas Napitupulu melayangkan pertanyaan yang sama kepada Darsono Sitanggang. Saudara saksi mulai kapan menjadi seorang polisi? Semenjak kapan saksi menjadi penyidik?
“Saya menjadi polisi semenjak tahun 2008. Saya menjadi penyidik di tahun 2010. Saya juga ada pelatihan sebagai penyidik dan ada juga sertifikasi sebagai penyidik, Yang Mulia,” kata Darsono Sitanggang.
Dalam persidangan itu, Darsono Sitanggang menerangkan bahwa dirinya memeriksa Iptu Shigit Sarwo Edhi dan Kompol Satria Ananda dalam status tersangka penyisihan barang bukti narkoba jenis sabu-sabu seberat 9 kilogram.
“Dalam pemeriksaan itu saya tidak ada melakukan pemaksaan, ancaman dan intimidasi terhadap mereka. Hak-hak mereka juga kita berikan sesuai dengan aturan hukum, Yang Mulia,” ucap Darsono Sitanggang.
Selanjutnya Douglas Napitupulu bertanya kepada saksi Swanda Simanjuntak. Saudara saksi sejak kapan menjadi polisi? Semenjak kapan menjadi penyidik?
“Saya menjadi polisi mulai tahun 2003 silam. Saya baru menjadi penyidik baru 2 tahun. Saya juga ada pelatihan sertifikasi sebagai penyidik,” ujar Swanda Simanjuntak.
“Saya memeriksa Alex Chandra, Satria Ananda, Shigit Sarwo Edhi, Fadillah. Saya tidak ada memaksa mereka saat pemeriksaan sabagai tersangka,” kata Swanda Simanjuntak.
Usai mendapatkan keterangan dari Swanda Simanjuntak membuat Douglas Napitupulu melayangkan pertanyaan yang sama kepada saksi Irfan Hadiwijaya. Sejak kapan saksi menjadi polisi? Semenjak kapan menjadi penyidik?
“Saya menjadi polisi di tahun 2008 dan menjadi penyidik pada tahun 2019. Saya ada sertifikasi penyidik terkait tindak pidana narkoba,” ucap Irfan Hadiwijaya dalam persidangan.
Irfan Hadiwijaya menyebutkan bahwa dirinya memeriksa Jaka Surya dan Rahmadi sebagai tersangka. “Saya tidak ada melakukan intimidasi, penyiksaan dan mengancam terhadap mereka (Jaka Surya dan Rahmadi) saat penyidikan,” ujar Irfan Hadiwijaya.
Terkesan Douglas Napitupulu lelah menanyakan satu persatu dari ketiga orang saksi lainnya yang merupakan penyidik Ditresnarkoba Polda Kepri maka dilayangkan pertanyaan secara menyeluruh. “Ketiga-tiga saksi keterangannya sama ya? Sudah sertifikasi penyidik? Saat penyidikan adakah melakukan pengancaman, penyiksaan dan tekanan kepada para terdakwa,” kata Douglas Napitupulu melontarkan pertanyaan kepada M Taufik Akbar, Erik Rolando dan Herry Setiawan.
“Kami sudah sertifikasi penyidik, Yang Mulia. Kami juga tidak ada melakukan kekerasan saat penyidikan terhadap para terdakwa,” ucap Taufik Akbar dan ditimpali oleh Erik Rolando serta Herry Setiawan.
Sebelum para saksi itu meninggalkan ruang persidangan maka ketua majelis hakim PN Batam, Tiwik melakukan validasi kepada 10 anggota polisi dari Resnarkoba Polresta Barelang. Para terdakwa, apa benar keterangan para saksi ini?
Secara serentak 10 anggota Resnarkoba Polresta Barelang itu langsung menjawab “tidak benar semua keterangan mereka, Yang Mulia.”
Seperti diketahui bahwa video yang diciptakan oleh ketujuh penyidik Ditresnarkoba Polda Kepri itu menceritakan bahwa Kompol Satria Ananda selaku Kasat Resnarkoba menyarankan kepada Shigit Sarwo Edhi untuk menyisihkan 5 Kg sabu-sabu yang didapatkan dalam perkara yang menjerat Efendi Hidaya (perkara nomor 608/Pid.Sus/2024/PN Btm) dan Ade Syahroni (perkara nomor 609/Pid.Sus/2024/PN Btm).
Namun arahan tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh Shigit Sarwo Edhi. Bahkan demi membayarkan uang kepada pihak sumber informasi (SI atau cepu) membuat Shigit Sarwo Edhi harus menyisihkan 9 Kg sabu-sabu dari perkara terdakwa Efendi Hidaya dan Ade Syahroni yang berat awalnya 44 Kg. Karena sudah disisihkan maka berat narkoba jenis sabu-sabu dalam berkas perkara Efendi Hidaya dan Ade Syahroni menjadi 35 Kg.
Di dalam video yang diputarkan dalam persidangan itu terlihat sempat terjadi percekcokan antara Satria Ananda, Shigit Sarwo Edhi, Fadilla, Wan Rahmat serta 6 anggota Polresta Barelang yang terlibat perkara penggelapan barang bukti sabu-sabu itu.
Supaya percekcokan itu segera berakhir maka Shigit Sarwo Edhi terlihat pasang badan dan mengakui bahwa barang bukti sabu-sabu karena inisiatifnya memerintahkan untuk menyisihkan sebanyak 9 Kg dan inisiatifnya menjual kepada keponakan Azis Martua Siregar bernama Rian sebanyak 1 Kg.
Selanjutnya atas pengakuan Shigit Sarwo Edhi yang menyarankan supaya menjual 2 Kg kepada terdakwa Zulkifli dan Busra (berstatus DPO) membeli sebanyak 1 Kg.
Sabu-sabu seberat 5 Kg itu diperintahkan oleh Shigit Sarwo Edhi kepada Nurdeni, Baktiar Tobisima Sitorus, Reno Rizki Putra dan Feridian untuk menjualkan ke Tembilhan, Provinsi Riau.
Keterangan Ahli Dr. Azmi Syahputra: Jika Laporan itu Cacat maka Harus Batal Demi Hukum
Azmi mengatakan bahwa laporan polisi adalah fondasi dari proses hukum lanjutan. Seperti memunculkan surat perintah penyidikan sampai dengan munculnya surat dakwaan. Jika laporan itu cacat, maka seluruh proses berikutnya juga terancam batal demi hukum.
“Laporan polisi ibarat tiket masuk ke proses hukum. Jika dasarnya tidak sah maka surat perintah atau surat dakwaan yang dibuat itu cacat hukum. Ini Berbahaya dalam penegakan hukum,” kata Azmi dalam persidangan, Senin (05 Mei 2025) silam.
Azmi menduga dalam suatu perkara yang banyak pelakunya namun dibuat sampai 7 berita acara pemeriksaan (BAP) dalam 1 hari maka dikuatirkan itu terjadi rekayasa keterangan yang diduga dilakukan penyidik.
“Dalam satu hari bisa sampai 7 BAP dibuat. Ini sangat tidak wajar, bisa saja polisi membuat BAP secara cepat. Tetapi ini bisa menjadi indikator rekayasa,” ujar Azmi Syahputra.
Keterangan Ahli Prof. Dr. Muzakir: Saksi Menarik Keterangan Dalam BAP Namun Masih Dipaksakan Berpotensi Menjadi Peradilan Sesat
Professor Muzakir menegaskan bahwa para saksi yang menyatakan dirinya telah mencabut keterangannya di BAP saat persidangan namun masih tetap dipaksakan keterangan maka berpotensi terjadinya pradilan sesat.
“Jika para saksi dalam suatu perkara sudah mencabut semua keterangannya yang ada di dalam BAP, namun masih tetap dipaksakan maka dapat dikategorikan ini peradilan sesat,” ujar Guru Besar Universitas Islam Indonesia saat persidangan di PN Batam, Jumat (09 Mei 2025) silam.
Seperti diketahui terdakwa Satria Ananda, Shigit Sarwo Edhi, Fadillah, Wan Rahmat, Jaka Surya, Junaidi Gunawan, Arianto, Rahmadi, Alex Chandra, Ma’ruf Rambe (yang semuanya anggota Resnarkoba Polresta Barelang) serta Azis Martua Siregar (pecatan Brimob Polda Kepri) dan Zulkifli Simanjutak (pecatan anggota TNI AD 134 Tuah Sakti, Kota Batam) akan dilakukan pembacaan tuntutan pidana pada hari ini Senin (19 Mei 2025).
Penulis: JP