Batam| Deliksumut.com
Direktur PT Langggeng Maju Perkasa, Anima Binti Suprapto telah menyulap hutan lindung yang berlokasi di Kampung Mergong, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam – Provinsi Kepulauan Riau menjadi kaveling siap bangun (KSB).
Hal itu terungkap dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim PN Batam, Tiwik (ketua majelis) dan Douglas RP Napitupulu, Andi Bayu Mandala Putera Syadli, Senin (19 Mei 2025).
Jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Arfian mengatakan bahwa Anima Binti Surapto telah menyulap hutan lindung menjadi KSB dan menjualnya sehingga mendapatkan keuntungan sebesar 40 juta rupiah.
Berawal dari tanggal 06 Mei 2024 silam, PT Maju Langgeng Perkasa yang dipimpin oleh terdakwa Anima Binti Suprapto telah melakukan kerjasama untuk kegiatan pematangan lahan seluas 25.000 M² yang berlokasi di Kampung Mergong, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Sementara di atas lahan tersebut diketahui merupakan Kawasan Hutan Lindung. Hal itu dikuatkan dengan adanya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 173/Kpts-II/1986 yang dibuat pada tanggal 6 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau sebagai Kawasan Hutan secara kolektif di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.
Dalam perjalanan waktu terbit lagi surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.6617/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021 pada 27 Oktober 2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan tahun 2020, lahan tersebut adalah Kawasan hutan lindung.
Namun terhadap dua surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup itu ternyata tidak dihilaukan oleh Anima Binti Suprapto sehingga dengan beraninya dia melakukan proses pengrusakan hutan lindung dengan menggunakan excavator dan buldoser.
“Setelah hutan lindung itu sudah berubah bentuk menjadi tanah maka terdakwa Anima Binti Suprapto menyuruh pekerjanya bernama Wawan dan Bandi untuk mengukur lahan tersebut sebanyak 20 kaveling dengan luas setiap kaveling berukuruan 6M X 10M atau 60M². Selanjutnya terdakwa menjualnya,” kata Muhammad Arfian.
Muhammad Arfian menjelaskan ada 3 kaveling yang sempat dijual oleh terdakwa kepada Asiah, Kariyah dan Yanto.
Anima Binti Suprapto telah menjual kaveling itu kepada Asiah senilai 13 juta rupiah. Kariyah juga membeli kaveling itu seharga 12 juta rupiah dan Yanto membeli kaveling itu senilai 15 juta rupiah dari terdakwa.
“Terdakwa mendapatkan keuntungan sebesar 40 juta rupiah dari hasil penjualan hutan lindung yang diubah menjadi KSB,” ucap Muhammad Arfian.
Muhammad Arfian menerangkan bahwa perbuatan Anima Binti Suprapto dalam melakukan kegiatan yang mengerjakan, menggunakan, dan menduduki kawasan hutan secara ilegal mengakibatkan telah terjadinya kerusakan hutan lindung dan perubahan bentang alam serta hilangnya fungsi kawasan hutan sebagai fungsi pelestarian, fungsi keanekaragaman hayati, perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
“Perbuatan terdakwa Anima Binti Suprapto diancam dengan Pasal 78 Ayat 2 juncto Pasal 50 Ayat 3 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 Angka 19 Ayat 3 juncto Pasal 36 Angka 17 Ayat 2 Huruf a Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta kerja,” ujar Muhammad Arfian.
Penulis: JP