Batam | Deliksumut.com
Perkara penjualan barang bukti sabu-sabu yang diduga dilakukan oleh 10 orang anggota polisi dari jajaran unit narkoba Polresta Barelang mengantarkan Ade Syahroni (perkara nomor 609/Pid.Sus/2024/PN Btm) dan Effendi alias Pendi (perkara nomor 201/Pid.Sus/2024/PN Btm) harus mendekam di dalam penjara seumur hidup berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Batam.
Hal itu diungkap secara terang benderang oleh saksi Reno (yang juga polisi bertugas di Subnit 2 jajaran Res-Narkoba Polresta Barelang saat ini menjadi tahanan di Tembilahan) dalam persidangan yang menjerat terdakwa Kompol Angga Satria Nanda (Kasat Narkoba Polresta Barelang) dan Sigit Sarwo Edhi (Kanit Res Narkoba Polresta Barelang). Selanjutnya Wan Rahmat Kurniawan alias Wan bin Wan Amir, Rahmadi, Juanidi Gunawan, Fadillah, Alex Candra, Jaka Surya, Aryanti, Ibnu Ma’ruf.
Reno mengatakan bahwa narkoba jenis sabu-sabu datang dari Malaysia dan dijemput oleh jajaran unit 1 Resnarkoba Polresta Barelang yang dipimpin oleh Kanit Resnarkoba, Shigit Sarwo Edhi di tengah lautan untuk menjemput barang haram tersebut. Selain itu Nurdeni, Sitorus (menerangkan Budi Toba Sima Sitorus) dan Wan Rahmat standby di tepi laut Pantai Nongsa.
“Saat itu Pak Nurdeni selaku Kasubnit saya menelpon saya untuk membantu memback-up subnit 1 perintah Shigit selaku kanit. Setelah itu saya kumpul dan ternyata yang dikumpulkan hanya saya, Budi Sitorus dan Pak Nurdeni. Setelah itu kami standby di ruangan kami subnit 2 sampai malam. Saya lupa sampai jam berapa lalu Pak Shigit masuk ke ruangan dan mengatakan ayo kita berangkat. Setelah itu kami berangkat dan mengikuti mobil operasional subnit 1. Ternyata kami berangkat ke Pantai Nongsa. Sesampai di Pantai Nongsa kami masih standby dan tidak lama datang kapal dan kami naik untuk berangkat ke tengah laut. Yang berangkat ke tengah laut itu hanya Pak Shigit dan Pak Fadillah, Arianto, Jaka, Ibnu Ma’ruf, Alex, saya, Uci. Itu kalau tidak salah saya. Kapal kami mengapung di laut untuk menunggu sampai subuh yang tidak saya ketahui jamnya. Tiba-tiba ada suara mesin kapal yang disenteri pakai laser warna hijau dan kapal itu merapat dari arah Malaysia yang di dalamnya hanya 1 orang saja. Kalau saya lihat kapalnya mesin 200 menghampiri kapal kami dan melemparkan 2 buah tas lalu disambut oleh Jaka dan dibuka resleting dan dilihat lalu ditutup. Saya melihat bungkusan-bungkusan warna hitam,” kata Reno dalam persidangan yang hadir secara virtual dari Rutan di Tembilahan, Senin (14 April 2025). Persidangan itu dipimpin oleh majelis hakim PN Batam, Tiwik, Douglas Napitupulu dan Andi Bayu Mandala Putera Syadli.
Setelah itu Reno menjelaskan bahwa rombongan bergegas untuk kembali ke Pantai Nongsa supaya bisa pulang ke kantor Resnarkoba Polresta Barelang dengan membawa 2 buah tas yang di dalamnya berisi sabu-sabu.
“Kami pulang ke Pantai Nongsa. Setelah sampai di Pantai lalu kami pulang kembali ke kantor dan 2 buah tas itu dibawa dengan mobil opsnal subnit 1. Setiba di kantor kami masuk bukan lewat pintu utama, kami masuk melewati pintu samping karena tidak terpantau cctv dan bisa tembus ke ruangan subnit 2. Yang membuka pintu itu saya dan Budi. Kami masuk ke kantor dan barang tersebut (tas yang berisikan sabu-sabu) diletakkan di ruangan subnit 1 Polresta Barelang. Dua buah tas itu dibuka dan dikeluarkan isinya. Saya menghitung ada 44 bungkus sabu-sabu,” ucap Reno.
Selanjutnya Reno memilih untuk beristirahat di ruang kerjanya di unit 2 Resnarkoba Polresta Barelang karena sudah begadang hanya untuk menjemput sabu-sabu itu. Tidak butuh waktu lama, ternyata Shigit Sarwo Edhi memerintahkan kepada semua anggota kepolisian yang telah begadang untuk menjemput sabu-sabu itu supaya pulang ke rumah guna memulihkan stamina pasukan karena misi belum tuntas.
“Saya tidur di ruang unit 2 dan tidak lama Pak Shigit datang dan menyuruh pulang untuk beristirahat dan nanti sore berkumpul kembali untuk ungkap kasus,” ujar Reno dalam persidangan.
Mendengarkan keterangan yang dilontarkan oleh Reno membuat jaksa penuntut umum (JPU) Martua Susanto Ritonga bertanya. Katanya pengungkapan kasus tetapi kenapa tidak ada tersangka yang diamankan?
Reno menjawab “betul Pak penuntut. Besoknya tepat dini harinya kita baru tangkap penjemput (yang diketahui bernama Efendi Hidaya Bin Muhammad Ali),” kata Reno dengan suara lantang.
Tersangka Efendi Hidaya pada tanggal 16 Juni 2024 silam mendapatkan telepon dari seseorang yang bernama panggilan Bos. Dalam komunikasi tersebut ternyata pria yang dipanggil dengan nama Bos langsung memerintahkan Efendi untuk menjemput sabu-sabu tersebut dengan besaran upah yang dijanjikan senilai 150 juta Rupiah.
Sesuai dengan arahan dan petunjuk dari Bos maka Efendi yang kala itu bersama istrinya, Nelly Agustin Binti Toni Gemala langsung bergegas ke Pantai Nongsa. Keduanya tidak menaruh curiga bahwa telah masuk dalam jebakan yang diracik oleh jaringan narkoba diduga berafiliasi dengan jajaran Res Narkoba Polresta Barelang.
Sementara pihak jajaran Res Narkoba Polresta Barelang sudah memerintahkan seseorang yang bernama Poy untuk mengantarkan sabu-sabu seberat 44 kilogram yang dibalut plastik warna hitam dan berada dalam 2 buah tas supaya bisa menangkap seseorang yang akan dijadikan tersangka. Hal itu dinyatakan langsung oleh Reno dalam persidangan. “Informasi penyerahan sabu-sabu sebanyak 44 bungkus di dalam 2 tas sudah diserahkan langsung kepada Poy. Saya ketahui itu dari telepon menggunakan aplikasi WhatsApp yang kala itu ada 8 orang yang tersambung,” kata Reno.
“Saat penangkapan di bawah jembatan di Nongsa itu, yang mengantarkan barang bukti 2 buah tas berisikan sabu-sabu adalah informan dari subnit 1 Polresta Barelang bernama Poy. Dia mengantarkan melalui jalur laut menggunakan kapal pompong kayu. Dia melewati bawah jembatan jalur laut, dia melalui pinggir-pinggirnya dan menepi untuk memberikan barangnya ke tersangka Efendi,” ucap Reno.
Reno mengakui bahwa dirinya tidak melihat langsung prosesi penyerahan sabu-sabu dalam 2 tas dari Poy kepada Efendi karena suasana pencahayaan di tempat itu tergolong gelap.
“Karena di bawah jembatan tersebut gelap dan tidak ada lampu sama sekali dan bunyi pompong itu saja yang terdengar. Dan ada bayangan-bayangan satu orang berdiri dan satu orang lagi berdiri. Jadinya dua orang bayangan yang kelihatan. Karena saat itu gelap sekali suasananya,” ujar Reno.
Reno menerangkan bahwa mereka berhasil menangkap Efendi saat sedang mengangkut dua buah tas yang berisi sabu-sabu sekitar 44 kilogram yang asalnya dari Res Narkoba Polresta Barelang namun diserahkan oleh Poy selaku suruhan dari kepolisian.
“Efendi ditangkap saat mengangkat 2 tas berisi sabu-sabu yang diterimanya dari Poy. Penangkapan terjadi saat Efendi naik di tangga paling atas ketika mengangkat sabu-sabu dari pompong ke atas motor yang dimana menunggu Nelly Agustin selaku istrinya Efendi,” kata Reno.
“Saat dilakukan penangkapan terhadap Efendi langsung ditelungkupkan dan tidak menoleh. Barulah barang bukti tersebut ditukar,” ucap Reno.
Penukaran barang bukti sabu-sabu sebanyak 44 bungkus di dalam 2 tas itu ditukarkan tanpa sepengetahuan dari Efendi. Selanjutnya Efendi digelandang ke Polresta Barelang untuk dimintai keterangan oleh penyidik.
“Besoknya saat Lebaran Haji saya diperintah untuk ke kantor untuk membantu penyidik yaitu Rahmadi. Saat itu Rahmadi mengoyakan semua barang bukti karena mau dibuatkan test kit. Diambil sampelnya untuk uji test kit” ucap Reno.
Test kit adalah alat untuk mengecek kadar dan jenis narkotika.
Reno menerangkan hanya ada 35 hasil test kit yang dalam perkara Efendi ditetapkan tersangka. Selanjutnya dilakukan pengembangan sampai ke Jakarta hingga bisa menangkap tersangka Ade Syahroni.
Penangkapan terhadap Ade Syahroni itu terjadi pada hari Kamis (20 Juni 2024). Jajaran Res Narkoba Polresta Barelang membekuk Ade Syahroni di Mall Superindo yang berlokasi di Jalan Raya Daan Mogot Nomor 59 Tanjung Duren Utara, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Reno mengaku bahwa dirinya ikutan berangkat ke Jakarta untuk menangkap Ade Syahroni.
Masih dalam suasana persidangan itu, Retno menyebutkan bahwa dirinya tidak mengetahui kemana lenyapnya sabu-sabu seberat 9 kilogram yang merupakan barang bukti saat menjebak Efendi di Nongsa. “Saya tidak mengetahui selisih 9 kilogram sabu-sabu itu karena saat itu saya hanya back-up saja,” ujar Reno.
Reno mengakui bahwa dirinya ditangkap dan ditahan karena kepemilikan sabu-sabu seberat 5 kilogram yang berasal dari barang bukti saat penangkapan Efendi.
“Saya ditangkap karena kasus 5 kilogram sabu-sabu yang merupakan barang bukti penyisihan dari subnit 1 Polresta Barelang. Jadi dapat saya ceritakan bahwasanya sebelum subnit 1 yaitu Pak Shigit, Pak Fadillah dan teman-teman dipanggil oleh Paminal maka Pak Kasat Kompol Angga Satria mengumpulkan kami dari subnit 1 sampai subnit 4 dan memberitahukan untuk bersih-bersih ruang karena Paminal akan melakukan pengecekan. Jadi setelah itu kami kembali ke ruangan masing-masing, setelah kembali ke ruangan masing-masing saya melihat saudara Budi Toba Sima Sitorus membawa container box (kotak) bening ke mobil Opsnal. Saat itu saya tanya, itu apa Bud? Dia membawanya lewat pintu samping supaya tidak terpantau cctv dan tidak terpantau anggota Satres Narkoba yang lainnya. Kelihatan container box-nya itu berwarna bening di dalamnya berisi sabu-sabu dan dilakban berwarna bening juga. Bungkusan sabu-sabu itu dengan plastik bening. Saya tidak mengetahui Budi membawa kemana perginya container box itu,” kata Reno menjawab pertanyaan Martua Susanto Ritonga dalam persidangan itu.
Mendengarkan keterangan itu, akhirnya membuat Martua Susanto Ritonga bertanya, kenapa saudara dikenakan Pasal membawa 5 kilogram sabu-sabu?
“Jadi begini setelah Shigit dan teman-teman dipanggil Paminal Polda Kepri berada dalam Patsus (tempat khusus atau penjara Paminal) selalu khususnya Shigit meminta kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan seperti makan, rokok setiap hari untuk pagi, siang dan malam. Itu wajib ada dan bahkan menyuruh saya membeli ikan bakar Acia. Saya harus pergi bersama anak dan istri ke Nagoya, selanjutnya saya memberikannya melalui Isak atau juga Putri yang merupakan anggota Satres Narkoba. Saya bingung juga setiap dihubungi Shigit selalu ditakut-takuti,” ucap Reno mencurahkan isi hati dan perasaannya.
Reno menjabarkan bahwa dirinya dengan Budi Toba Sima Sitorus selalu mendapatkan tekanan dari Shigit Sarwo Edhi.
“Shigit itu dia selalu menekan hanya kepada saya dan Budi seperti meminta uang untuk proses praperadilan sebanyak 300 juta Rupiah. Budi ditekan yang 300 juta Rupiah itu tetapi saat butuh biaya proses 800 juta Rupiah sampai 1 miliar Rupiah yang diminta Shigit kepada saya dan juga Budi,” ujar Reno.
Untuk menguji keterangan yang disampaikan Reno saat persidangan membuat JPU Susanto Martua Ritonga melayangkan pertanyaan. Apa alasannya sampai saksi, Reno diminta uang sebesar 800 jutaan?
“Jadi Shigit mengatakan kalian jangan main-main dengan saya. Kalian juga ikut dalam penangkapan ini, nanti kalian akan saya bawa-bawa. Nanti kalian yang di dalam dan saya yang di luar. Seperti itu percakapannya. Jadi yang saya takutkan itu karena ada salah dalam penangkapan dan penjemputan narkotika di laut itu. Saat penjemputan narkotika itu kami tidak ada menangkap tersangka dan besoknya tepatnya dini hari baru ada tersangka. Jadi dari laut itu kami kosong, hanya membawa narkotika tanpa ada tersangkanya,” kata Reno.
Selain Reno yang hadir sebagai saksi masih ada Feridian yang hadir secara virtual karena berada di dalam penjara yang berlokasi di Tembilahan.
“Sebulan kemudian, tiba-tiba KasatRes Narkoba memberitahukan melalui grup WhatsApp bahwa seluruh anggota jam setengah delapan berkumpul di lobi Satres Narkoba karena ada arahan dari Kasat. Saat itu Kasat bilang semua anggota yang mempunyai BB (barang bukti) temuan harus dimusnahkan dan tidak ada yang menyimpan. Setelah selesai semua anggota pergi ke subnit masing-masing. Setelah mendapatkan perintah itu ternyata di subnit 2 tidak ada BB. Selanjutnya di ruang Kasat ada pertemuan. Setelah 1 jam tiba-tiba kanit masuk ke ruangan saya di subnit 2 dan memerintahkan saya, saudara Budi Sitorus, Kasub Nurdeni perintah kanit ada arahan untuk kumpul di ruangan subnit 1 ada arahan. Karena perintah kami bertiga masuk ke ruangan, setelah saya masuk di ruangan subnit 1 dan saya melihat semua anggota subnit 1 ada di dalam ruangan,” ucap Feridian.
Feridian menyebutkan bahwa Shigit Sarwo Edhi bersama jajaran subnit 1 Resnarkoba Polresta Barelang akan diperiksa Paminal Polda Kepri. “Saat itu Kanit memberitahu bahwa besok dirinya dan anggota subnit 1 akan ada pemeriksaan yang dilakukan oleh paminal. Subnit 1 ada 5 kilogram sabu-sabu, amankan ke subnit 2 dan saudara Budi Sitorus yang menyimpan. Jadi saya tidak mengetahui saudara Budi Sitorus menyimpan dimana sabu-sabu itu. Kanit memerintahkan Kasubnit 1, Fadillah untuk mengeluarkan sabu-sabu 5 kilogram itu. Jadi kasubnit 1 Fadillah mengeluarkan sabu-sabu 5 kilogram itu dari laci subnit 1. Fadillah mengangkat kotak dan meletakkannya di meja ruang tv unit 1. Saya hanya melihat kotak saja berwarna putih dan sudah dilakban dan di dalamnya sudah ada sabu-sabu itu,” ujar Feridian.
Feridian juga menaruh curiga kenapa Shigit Sarwo Edhi yang akan diperiksa Paminal malahan menyimpankan sabu-sabu itu kepada Budi Toba Sitorus. “Di situ sempat hati saya mengatakan kenapa kanit ini memanggil saya? Besok dia mau diperiksa malahan barang buktinya dititipkan ke saudara Budi Sitorus. Apa maksud Kanit ini? Jadi begini penuntut, saya kebetulan juga malam itu ada TO (target operasional). Saya pikir Kanit dan Kasubnit Nurdeni mengizinkan saya mengerjakan TO itu lalu saya tinggalkan semua orang yang berada di ruangan subnit 1 dan saya kembali ke ruangan di subnit 2. Saya kaget melihat Kasub Nurdeni dengan Briptu Rere. Setelah itu saya pergi ke Kepri Mall untuk mengejar TO dan tiba-tiba ada SI (sumber informasi alias cepu) saya menelpon mengabarkan dan tidak jadi saya menangkap. Selanjutnya saya kembali dan sampai di parkiran Polresta Barelang dan saya melihat masing-masing kendaraan dan langsung pulang. Sampai di situ tidak mengetahui perkembangannya lagi, penuntut,” kata Feridian.
Penulis: JP