Batam| Deliksumut.com
Bos Happy Cafe, Eni Anggraini bersama dengan karyawannya, Neni Rahayu tidak mengajukan nota pembelaan alias pledoi setelah dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) Izhar selama 3 tahun penjara, denda 100 juta Rupiah karena mempekerjakan bernama Rini (nama samaran) anak menjadi LC (Lady Companion) di Happy Cafe yang berlokasi di Mitra Mall Kecamatan Batuaji, Kota Batam.
Hal itu disampaikan oleh Eni Anggraini dan Neni Rahayu dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, Ferry Irawan (ketua majelis) Benny Yoga Dharma dan Monalisa Anita Theresia Siagian, Rabu (23 April 2025).
Neni Rahayu alias Mami Noya mengatakan bahwa dirinya tidak akan menyampaikan pledoi dalam persidangan kala itu. “Penasehat hukum kami tidak hadir dalam persidangan ini, Yang Mulia. Oleh karena itu kami tidak mengajukan pledoi,” kata Neni Rahayu.
Atas pernyataan yang disampaikan oleh Neni Rahayu itu ternyata dikuatkan oleh pimpinan Happy Cafe, Eni Anggraini kala itu. Dia juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menggunakan haknya untuk memohonkan keringanan hukuman seakan-akan sudah yakin akan mendapatkan lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh jaksa Izhar pada 17 April 2025 silam.
Mendengarkan penjelasan kedua terdakwa itu ternyata membuat hakim Benny Yoga Dharma angkat bicara “Kalian terdakwa paham berapa ancaman hukuman perkara ini? Ancamannya bukan main-main, ini ancamannya 10 tahun penjara,” ujar Benny Yoga Dharma.
Dalam persidangan itu terdakwa Fithri Hayani Harahap langsung menyampaikan nota pembelaannya melalui penasehat hukumnya, Muhammad Khoiruddin yang didampingi oleh Hendrianto Sianipar dan Benrizal.
“Klien kami merupakan orangtua dari anak di bawah umur yang menjadi korban dalam perkara ini. Klien kami hanya bekerja sebagai petugas gosok di tempat loundry rumahan di daerah Batuaji,” ucap Muhammad Khoiruddin.
Muhammad Khoiruddin menerangkan bahwa korban Rini hanya memiliki orangtua tunggal yaitu Fitri Hayani Harahap sebagai ibu kandungnya.
“Terdakwa adalah orangtua tunggal dari saudari korban dan sekaligus tulang punggung keluarga. Kami mengakui ada kekilafan yang dialami oleh terdakwa itu, semua karena ia tidak mengetahui aturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia terlebih lagi hal-hal yang didakwakan dan hal-hal dalam surat tuntutan yang dialamatkan ke terdakwa benar-benar tidak diketahuinya. Namun terdakwa sungguh menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” kata Muhammad
Khairuddin.
Penulis: JP