Hukum  

Tidak Perlu Mengajukan Pledoi Tauke Happy Cafe Langsung Mendapatkan Korting Vonis, Hakim Ferry Irawan: Kami Majelis Punya Pertimbangan Sendiri

Batam | Deliksumut.com

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, Ferry Irawan (ketua majelis) dan Monalisa Anita Theresia Siagian, Rinaldi menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda 100 juta rupiah subsider 4 bulan kurungan kepada tauke Happy Cafe, Eni Anggraini serta Neni Rahayu (selaku karyawan Happy Cafe).

Ferry Irawan mengatakan bahwa terdakwa Eni Anggraini bersama dengan Neni Rahayu telah terbukti bersalah melakukan eksploitasi seksual terhadap anak karena telah mempekerjakan seorang anak perempuan di bawah umur, Rini (nama samaran) menjadi seorang LC (lady companion) di Happy Café yang berlokasi di Batuaji, Kota Batam.

“Para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana eksploitasi seksual terhadap anak. Perbuatan para terdakwa telah melanggar Pasal 88 juncto Pasal 76I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” kata Ferry Irawan dengan suara yang sangat lembut nyaris tidak terdengar sama sekali seakan-akan masih keroncongan perutnya, Rabu (14 Mei 2025).

“Menjatuhkan vonis kepada para terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan, denda 100 juta rupiah subsider 4 bulan kurungan,” kata Ferry Irawan.

Vonis yang dibacakan oleh Ferry Irawan jelas-jelas lebih ringan dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Arfian yang menuntut terdakwa Eni Anggraini (perkara nomor 58/Pid.Sus/2025/PN Btm) dan Neni Rahayu (perkara nomor 59/Pid.Sus/2025/PN Btm) dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda 100 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan.

Usai persidangan jurnalis media ini melontarkan pertanyaan kepada hakim Ferry Irawan. Kenapa majelis hakim PN Batam memberikan diskon dalam sidang vonis kepada terdakwa Eni Anggraini dan Neni Rahayu sementara diketahui bersama keduanya saat persidangan tidak menyampaikan nota pembelaan alias pledoi? Apakah majelis hakim mendapatkan uang atau keuntungan dari antara kedua terdakwa itu sehingga menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan JPU?

“Kami majelis mempunyai pertimbangan sendiri,” ucap Ferry Irawan menjawab pertanyaan tersebut.

Fithri Hayani Harahap Divonis 2 Tahun dan 6 Bulan Penjara

Masih dalam suasana persidangan di PN Batam terlihat juga ibunda dari Rini bernama Fithri Hayani Harahap dijatuhkan vonis 2 tahun dan 6 bulan penjara, denda 100 juta rupiah subsider 4 bulan kurungan.

Ferry Irawan menyebutkan bahwa Fithri Hayani Harahap telah terbukti bersalah melakukan eksploitasi secara seksual terhadap anaknya sendiri.

“Seharusnya terdakwa Fithri Hayani Harahap menjaga, melindungi, mendidik anaknya bukan malah membiarkan untuk bekerja di Happy Cafe. Menyatakan terdakwa Fithri Hayani Harahap telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana eksploitasi seksual terhadap anak,” ujar Fery Irawan saat persidangan.

Ferry Irawan menerangkan bahwa Fithri Hayani Harahap telah melanggar Pasal 88 juncto Pasal 76I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, denda 100 juta rupiah subsider 4 bulan kurungan,” ujar Ferry Irawan.

Karena vonis tersebut membuat Fithri Hayani Harahap langsung melakukan diskusi singkat dengan penasehat hukumnya, Hendrianto Sianipar.

Dalam diskusi itu disimpulkan bahwa Fithri Hayani Harahap bersama Hendrianto Sianipar memilih sikap pikir-pikir terhadap vonis tersebut. “Kami pikir-pikir satu minggu ini, Yang Mulia,” kata Hendrianto Sianipar saat persidangan.

Keluh Kesah Advokat Hendrianto Sianipar Terhadap Vonis yang Dibacakan Ferry Irawan

Hendrianto Sianipar menyebutkan bahwa benar-benar tidak ada lagi keadilan di PN Batam ini. “Klien kami hanya pergi bersama anaknya pergi ke pasar untuk belanja. Namun saat belanja kebutuhan pokok dibayarkan pakai uang anaknya Rini yang didapatkan dari uang tips saat bekerja sebagai LC di Happy Cafe. Karena itu sampai-sampai divonis 2 tahun dan 6 bulan penjara, denda 100 juta rupiah subsider 4 bulan kurungan. Vonis itu kejam kali dan terlalu berat diterima klien kami. Fithri Hayani Harahap sudah melarang anaknya untuk bekerja di Happy Cafe namun korban yang bersikukuh untuk tetap memilih bekerja di sana. Lalu Dimana salahnya klien kami? Jangan karena klien kami hanya karyawan laundry rumahan yang tidak ada uang dan kemampuannya sampai ditindas kali,” ucap Hendrianto Sianipar.

Hendrianto Sianipar menceritakan tekadnya ingin mengajukan langkah hukum lanjutan atas vonis yang tergolong belum memberikan rasa keadilan bagi kliennya.

“Kalau saya rencananya banding atas putusan itu. Kami dalam pledoi mengakui kelemahan dan ketidaktahuan klien atas aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Klien kami tidak sadar bahwa membiarkan anaknya bekerja itu bisa dipidana penjara. Klien kami tidak ada niatannya melakukan tindak pidana kepada anak kandungnya sendiri,” ujar Hendrianto Sianipar.

Hendrianto Sianipar juga curiga terhadap diskon dalam vonis yang diterima oleh Eni Anggraini dan Neni Rahayu. “Kedua terdakwa itu tidak mengajukan pledoi tetapi bisa pula diringankan vonisnya. Sementara mereka pelaku utama eksploitasi seksual anak kandung dari klien kami. Jadi hal itu yang saya lihat tergolong tidak menciptakan rasa keadilan bagi kami,” kata Hendrianto Sianipar.

Penulis: JP

 

Exit mobile version