Hukum  

Vonis PN Batam Terkesan Tidak Berkeadilan, PH: Fithri Hayani Harahap Banding Minta Dibebaskan

Batam | Deliksumut.com

Divonis oleh Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, denda 100 juta rupiah subsider 4 bulan kurungan membuat Fithri Hayani Harahap mengajukan banding.

Fithri Hayani Harahap mengajukan banding hari Rabu (21 Mei 2025) silam. Banding tersebut dinyatakan langsung oleh Handrianto Sianipar dan Manaek Tua Simarmata di PN Batam.

Sepekan kemudian tepatnya pada hari Rabu (28 Mei 2025) untuk melanjutkan perjuangan demi mendapatkan keadilan terlihat Handrianto Sianipar memasukkan memori banding ke PTSP PN Batam.

Saat itu Handrianto Sianipar mengatakan bahwa pihaknya mengajukan banding guna mendapatkan keadilan bagi kliennya, Fithri Hayani Harahap.

“Vonis PN Batam terhadap klien kami jelas tidak berkeadilan. Kami tidak berterima kalau Fithri Hayani Harahap dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana eksploitasi anak yang dimana korban adalah anaknya sendiri,” kata Handrianto Sianipar.

Handrianto Sianipar menyebutkan pertimbangan majelis hakim PN Batam terkesan sesat karena tidak berdasarkan logika hukum yang waras dan benar.

“Majelis hakim PN Batam menyebutkan bahwa Fithri Hayani Harahap membiarkan anaknya untuk bekerja sebagai LC (Lady Companion) sehingga berpotensi terjadi eksploitasi seksual anaknya. Pertimbangan itu jelas sangat menyesatkan karena tidak ada seorang ibu di dunia yang membiarkan anaknya bekerja sampai mencelakakan anaknya sendiri bahkan sampai-sampai dieksploitasi seksualnya hanya untuk sejumlah uang. Klien kami berjuang untuk membesarkan, merawat dan menjaga anaknya,” ucap Handrianto Sianipar.

Handrianto Sianipar menegaskan anak dari kliennya jika terjadi eksploitasi seksual saat bekerja di Happy Cafe maka yang bertanggungjawab itu adalah pemilik cafe itu.

“Kalau anak klien kami terjadi eksploitasi seksual maka yang harus dipersalahkan sejatinya adalah pemilik cafe dan pengelola Happy Cafe,” ujar Handrianto Sianipar.

Dalam memori banding yang diajukan oleh Handrianto Sianipar diterangkan 2 yurisprudensi dalam perkara anak diantaranya:
1. Putusan PN Pati dengan nomor 58/Pid.Sus/2013/PN Pati dengan amar putusan menyebutkan bahwa terdakwa Joko Mustiko Bin Rukano telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengeksploitasi anak secara ekonomi dengan maksud menguntungkan diri sendiri. Menjatuhkan pidana penjara selama 7 bulan.
2. Putusan PN Batam dengan nomor perkara 950/Pid.Sus/2023/PN Btm dengan amar putusan menyebutkan Lia Novianti telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana eksploitasi ekonomi terhadap anak dengan maksud menguntungkan diri sendiri. Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun, denda 50 juta rupiah subsider 1 bulan kurungan.

Handrianto Sianipar menerangkan dua Yurisprudensi itu jelas-jelas para terpidana itu melakukan tindak pidana eksploitasi anak masih dihukum lebih ringan ketimbang vonis yang didapatkan oleh Fithri Hayani Harahap.

“Klien kami yang tidak melakukan tindak pidana saja dihukum berat. Yang melakukan kenapa harus dihukum lebih berat dari dua perkara dalam yurisprudensi tersebut? Seharusnya Fithri Hayani Harahap dibebaskan dari dalam penjara karena tidak bersalah,” kata Handrianto Sianipar.

Penulis: JP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *