Menteri Transmigrasi RI, Muhammad Iftitah: Pemerintah Tidak Akan Menggusur Warga Rempang

Batam| Deliksumut.com

Sekitar 2 tahunan warga Rempang, Kota Batam merasa terancam karena pemukimannya yang akan digusur oleh pemerintah khususnya oleh pihak BP Batam serta dibantu Tim Terpadu Kota Batam (TNI, Polri, Ditpam dan Satpol PP) guna pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City. Akhir dari perjuangan mereka berbuah manis saat kedatangan Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, Menteri Tranmigrasi Republik Indonesia (RI).

Bertepatan di Hari Raya Idul Fitri yang jatuh di hari Senin (31 Maret 2025) Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara mengatakan bahwa pemerintah tidak akan menggusur warga Kota Batam yang berdomisili di Rempang.

“Sejauh ini mereka tidak mau direlokasi maka biarkan saja tinggal tetap di lokasi. Kenapa harus dipaksakan? Tidak boleh ada pemaksaan,” kata Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara saat ditemui jurnalis media ini di lokasi relokasi warga Rempang yang berlokasi Tanjung Banon.

Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara menegaskan bahwa pemerintah menghargai penolakan yang dilakukan oleh warga Rempang.

“Kami mendengar ternyata masih ada masyarakat yang menolak untuk direlokasi. Tentu kita harus menghormati dan menghargai itu. Tentu saja kita nanti secara bersama-sama akan mencarikan apa solusi yang terbaik. Itu perintah Bapak Presiden (Prabowo Subianto) tanpa meniadakan hak-hak masyarakat, tetapi juga masyarakat harus menghormati apa yang menjadi agenda pemerintah ke depan. Tentu saja tidak ada satupun pemerintah yang mau masyarakatnya tidak sejahtera. Konsep utamanya itu bagaimana meningkatkan kesejateraan melalui pembangunan tanpa meniadakan hak-hak mereka (warga Rempang) yang hakiki,” ujar Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanaga.

Masih menurut Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara bahwa kedatangan pihaknya untuk menampung keluhan rakyat guna membuat program pemerintah yang tepat sasaran yang menyentuh kehidupan rakyat.

“Kedatangan kami di sini supaya betul-betul mendengar apa aspirasi rakyat untuk bisa menyusun dan mendesain program pemerintah yang betul-betul menjawab kebutuhan masyarakat. Tentu aja evaluasinya apa? Tentu saja kami mendengar ada pihak yang menerima direlokasi dan ini yang akan kami sampaikan kepada presiden. Kasihan jika mereka sudah direlokasi tetapi tidak ditindaklanjuti. Mereka mau direlokasi itu berharap ada peningkatan kesejateraan,” ucap Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara.

Warga Rempang Blokir Jalan Masuk Tim Terpadu Kota Batam untuk Melakukan Relokasi Hingga Demo di BP Batam Berujung Ricuh

Seperti diketahui penggusuran terhadap pemukiman warga Rempang mulai berhembus pada tahun 2023 silam. Saat peristiwa itu terjadi di bawah kepemimpinan Joko Widodo alias Jokowi selaku Presiden RI. Serta Kota Batam sendiri dipimpin oleh penguasa yang bernama Muhammad Rudi selaku pejabat Ex-Officio (Jabatan Walikota Batam dan Kepala BP Batam).

Saat itu juga persoalan penggusuran warga Rempang berkecamuk sampai-sampai terjadi benturan dengan aparat yang tergabung dalam jajaran Tim Terpadu Kota Batam.

Diketahui perusahaan milik Tommy Winata yaitu PT Makmur Elok Graha (PT MEG) selaku perusahaan yang mengklaim pemegang lahan seluas 17.000 hektar (Ha) di Kawasan Rempang dan Galang.

Selanjutnya di bulan Mei 2023 silam, warga Rempang mulai resah terhadap wacana PT MEG yang akan segera melakukan kegiatan bisnisnya karena berdampak terhadap pemukiman milik mereka.

Penolakan demi penolakan kerap dilakukan oleh warga setempat untuk mempertahankan kampungnya. Bahkan pada tanggal 21 Agustus 2023 silam, ribuan warga Rempang berkumpul di jembatan 4 Barelang untuk melakukan unjuk rasa sebagai bentuk penolakan atas rencana BP Batam yang akan mengukur dan memasang patok di atas tanah serta bangunan milik warga setempat.  Saat itu juga tim gabungan atau Tim Terpadu harus pulang guna menghindari terjadinya benturan karena suasana sedang memanas.

Untuk memperjuangkan kampung halamannya maka warga Rempang yang tergabung dalam Kerabat Masyarakat Adat (Keramat) bertandang ke Jakarta untuk menyampaikan keluh-kesahnya kepada DPR RI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan DPR RI, WALHI, PBNU.

Masih di Bulan Agustus 2023 silam, salah satu pentolan Keramat yang bernama Gerisman juga turut dijemput oleh pihak Polda Kepri terkait warga Rempang yang masih teguh menolak untuk direlokasi.

Bahkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia datang berkunjung ke Rempang. Kedatangan Bahlil itu disambut dengan aksi demonstrasi dari masyarakat setempat yang teguh menolak untuk direlokasi.

Dalam kunjungan Bahlil sempat berdiskusi dengan Gerisman terkait persoalan warga Rempang yang menolak untuk direlokasi.

Bukan hanya sampai di situ saja, warga Rempang berjuang untuk mempertahankan rumah dan kampung leluhurnya. Pada tanggal 07 September 2023 silam ternyata warga memblokir ruas jalan menuju ke Rempang supaya Tim Terpadu Kota Batam tidak bisa masuk dan tiba di daerah Sembulang.

Sepanjang jalan raya menuju Rempang terlihat pohon-pohon yang ditebas dan sengaja dibuat melintang menutup ruas jalan untuk akses masuk Tim Terpadu. Selain itu warga Sembulang juga kembali melakukan aksi demonstrasi di jembatan 4 Barelang atau jembatan Zainal Abidin.

Kala itu petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu Kota Batam membubarkan kerumunan pendemo. Karena enggan dibubarkan akhirnya terjadi bentrokan yang mengakibatkan polisi menembakan gas air mata. Selanjutnya para pendemo pelan-pelan tetapi pasti harus mundur karena pedihnya gas air mata.

Dampak dari gas air mata yang menjadi andalan kepolisian membuat sejumlah anak sekolah terdampak harus berhamburan dan menangis  keluar dari ruangan belajar.

Tim Terpadu Kota Batam berhasil menembus blokiran yang diracik oleh warga Rempang dengan memotong dan membakar kayu-kayu yang melintang di jalan. Bahkan kontainer yang juga turut dibentangkan di tengah jalan raya juga ikut dipinggirkan oleh petugas Tim Terpadu.

Sejumlah warga Rempang yang masih menahan kedatangan Tim Terpadu Kota Batam akhirnya digelandang ke Polresta Barelang guna mengurangi gesekan di Rempang.

Alhasil beberapa hari kemudian warga Rempang dibebaskan karena alasan tertentu dan juga diduga kuat adanya tekanan dari sejumlah lapisan masyarakat yang tetap bersuara untuk meminta pembebasan itu.

Selanjutnya pada 11 September 2023 silam, terdeteksi ribuan warga Rempang dan keluarga besar Suku Melayu datang membanjiri kantor BP Batam untuk melakukan unjuk rasa terkait penolakan relokasi perkampungannya di Rempang.

Saat aksi itu berlangsung ternyata Muhammad Rudi menemui para pendemo. Namun tidak ada kepastian dari jawaban yang dilontarkan oleh pejabat Ex-Officio sehingga demosntran memilih tetap bertahan di depan gedung BP Batam.

Aksi unjuk rasa yang awalnya itu berjalan lancar tanpa ada hambatan terlihat sudah semakin memanas. Namun saat itu pihak kepolisian memohon supaya para pendemo membubarkan diri sebab suasana sudah sore. Permohonan itu seakan-akan tidak digubris oleh para pendemo sehingga turunlah pasukan Brimob Polda Kepri untuk membubarkan para pendemo itu.

Dalam momentum itu juga para pendemo mulai melakukan aksi anarkis diantaranya meleparkan batu-batu yang membuat kaca gedung BP Batam pecah-pecah. Sejumlah besi-besi yang menjadi pagar BP Batam juga dicopot menggunakan tangan kosong. Terlihat juga kala itu sejumlah polisi turut dihajar oleh para pendemo hingga babak belur.

Karena peristiwa yang ricuh itu maka polisi kembali menembakkan gas air mata yang membuat para demonstran berhamburan membubarkan diri dan ada para pendemo itu sebagian harus pergi berlindung ke Gedung Lembaga Adat Melayu. Secara tiba-tiba pihak kepolisian mulai menangkap sejumlah orang yang diduga harus bertanggung jawab secara hukum atas kerusuhan itu.

Bahkan sempat terlihat seorang pendemo yang dikejar oleh pasukan Brimob Polda Kepri di parit belakang kantor DPRD Kota Batam. Saat penangkapan itu terjadi sempat diabadikan foto oleh wartawan media ini namun mendapatkan pelarangan.

Pihak Kepolisian berhasil menangkap 43 orang yang diduga kuat terlibat atas kericuhan di depan gedung BP Batam. Namun melalui proses hukum di kepolisian mampu mengantarkan 35 orang yang menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Dari 35 orang terdakwa yang diantarkan ke PN Batam ternyata ada 1 orang yang masih tergolong anak-anak dan dia juga dijatuhkan vonis 3 bulan penjara. Selain itu 34 orang terdakwa yang sudah dewasa divonis 6 bulan penjara hingga 6 bulan 21 hari penjara.

Hasil pantauan awak media ini ternyata di Rempang juga berdiri tenda-tenda aparat kepolisian dan TNI seakan-akan daerah itu  sudah seperti daerah operasi militer (DOM). peristiwa itu juga yang membuat masyarakat takut dan enggan pergi bekerja menjadi nelayan di laut.

Melihat peristiwa yang mengiris rasa kemanusiaan membuat sejumlah donatur mengucurkan bantuan untuk membantu warga Rempang untuk bertahan hidup ala kadarnya.

Penulis: JP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *